27 September 2010

Kedaulatan dan Immunitas Negara Dalam Hukum Internasional

A.                KONSEP DAN HAKEKAT KEDAULATAN NEGARA

Hakekat kedaulatan bagi  suatu Negara adalah berkaitan dengan persoalan kewenangan. Kedaulatan memberi kekuasaan dan kewenangan kepada Negara untuk melaksannakan dan menerapkan suatu sitem hukum nasional atas wilayah-wilayah territorial, warganegara serta asset-aset yang berada di wilayah Negara tersebut.
Konsep kedaulatan sebagai hasil pemikiran Jean Bodin pada awalnya berlaku secara mutlak, dan  apabila dilihat dari sisi hukum internasional konsep kedaulatan Negara yang dikemukakan oleh ahli diatas telah menimbulkan berbagai persoalan. Pemikiran jean Bodin telah melahirkan suatu konsep tentang kedaulatan Negara:
“a  sovereign state at the present time claims the power to judge its own controversies, to enforce its own conception of its right, to increase armaments without limit, to treat own nationals as it sees fit, and to regulate its economic life without regard to the effect of such regulations upon its neighbourse”

(suatu Negara berdaulat saat ini menurut kekuasaan terhadap pendapat yang kontroversi, untuk melaksanakan konsepsinya tentang hak-hak, untuk meningkatkan alat-alat perang tanpa pembatasan, untuk memperlakukan nasionalitasnya sebagaimana dikehendaki dan melaksanakan aturan kehidupan ekonomi tanpa memperdulikan pengaruhnya pada Negara-negara lain).

Prinsip-prinsip hukum internasional berkenaan dengan masalah yurisdiksi territorial menganut beberapa prinsip hukum yang berlaku secara universal, diantaranya:

1.                  Prinsip Teritorial.
Prinsip nasionalitas ini member kewenangan kepada setiap Negara untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum nasional terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang berlangsung di wilayah territorial negaranya, baik privat maupun public. Dalam bidang hukum public misalnya tindak pidana yang dilakukan oleh warga Negara di luar wilayah Negara sebagaimana diakui dalam kasu Island of Palmas Arbitrations:

“soverignity in the relation between state signifies independence. Independence in regard to a portion of the globe is the right to exercises therein, to exclusion of any other state, the function of a state

(kedaulatan dalam hubungan antar Negara berarti kemerdekaan. Kemerdekaan terhadap sebagian hak global untuk melaksanakannya, memasukan Negara lain ke dalam fungsi-fungsi Negara).

2.                  Prinsip  Nasionalitas.
Prinsip ini member kewenangan kepada Negara-negara di dunia untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum nasional, apabila terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh warganegaranya diluar negeri. Praktek Negara-negara sangat beragam menyangkut jenis tindak pidana yang dilakukan, sehingga prinsip nasionalitas ini dapat diterapkan. Di Inggris, Prinsip ini diterapkan terhadap kasus-kasus pengkhianatan (treason), pembunuhan (murder), dan beristri dua (bigamy).

3.                  Prinsip Protektif.
Prinsip ini memberikan wewenang kepada Negara-negara untuk melakukan ketentuan-ketentuan hukum atas tindakan-tindakan yang menggangu dan mengancam keamanan Negara, baik oleh warganegaranya sendiri maupun oleh warganegara asing. Tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan demikian antara lain tindakan mata-mata (spying), pelanggaran-pelanggaran ketentuan imigrasi, atau tindakan untuk menggulingkan pemerintahan yang syah.

4.                  Prinsip Universalitet.
Prinsip universal memberikan wewenang pada Negara-negara sebagai anggota masyarakat internasional untuk melaksanakan tindakan sesuai dengan hukum nasional atas kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan dan perdamaian dunia sebagaimana yang diungkapkan oleh Michael Akehurst:

“the universality principle is less objectionable when it is applied to acts which are regarded as crime in all countries; indeed, even English- speaking countries to international law, accept that international law allows state to exercise a universal jurisdiction over certain acts which treaten the international community as a whole and which are criminal in all countries, such as war crimes, piracy, hijacking, and various fourms of international terrorism”.

(prinsip universal kurang objektif bilamana prinsip tersebut diberlakukan terhadap tindakan-tindakan yang berkenaan dengan kejahatan-kejahatan di semua Negara; bahwa Inggris berpendapat terhadap hukum internasional,  menerima bahwa hukum internasional membolehkan Negara-negara melaksanakan yurisdiksi universal terhadap tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat internasional secara keseluruhan dan tindakan tersebut merupakan kejahatan di semua Negara seperti penjahat perang, penyelundupan, pembajakan dan terorisme).

Berbagai hambatan teknis dalam pelaksanaan prinsip-prinsip diatas dalam praktek hubungan antar Negara sering ditemui, karena terjadi masalah “ekstradisi”.  Belum adanya ketentuan internasional yang mengatur masalah ekstradisi secara eksplisit telah menimbulkan berbagai persoalan dalam pelaksanaan ketentuan hukum nasional suatu Negara terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh warganegaranya di Negara lain.

B.                 KONSEP DAN HAKEKAT IMMUNITAS NEGARA
Mengulang kembali konsep kedaulatan diatas, bahwa Negara yang memiliki kedaulatan dapat menjalankan yurisdiksi nasionalnya terhadap territorial setiap orang, benda atau pperbuatan-perbuatan yang terjadi di wilayah negaranya.

Secara hukum, yurisdiksi dimaksud tidak dapat dijalankan terhadap hal-hal seperti: kepala Negara asing, wakil-wakil diplomatic beserta asset-asetnya memiliki kekebalan atau IMMUNITAS. Hak imunitas ini diberikan oleh hukum internasional berdasarkan Genewa Convention on Diplomatic Relation 1961 (konvensi Jenewa Tentang Hubungan Diplomatik).  

Kekebalan ini diberikan karena wakil-wakil diplomatic merupakan suatu Negara yang merdeka dan berdaulat yang hak-haknya dijamin hukum internasional (united Nations Charter). Negara-negara yang dimaksud memiliki hak khusus (previlege) yang juga dijamin hukum. Hak previlege ini tidak hanya diberikan kepada wakil-wakil Negara asing di wilayah territorial Negara penerima (Receiving State), tetapi juga kepada Negara-negara lain, seperti hak lintas wilayah udara (penerbangan komersial) dan hak lintas laut territorial dan pedalaman (inncocent passage right).

Hak imunitas diberikan  sepanjang perwakilan Negara-negara melakukan tindakan-tindakan public dalam kerangka pelaksanaan hubungan dengan negaranya sebagai Negara pengirim (Sending State) dengan Negara tempat perwakilannya berada di Negara penerima (Receiving State). Dalam hal ini berlaku teori imunitas absolute  dalam praktek hubungan antar Negara, tetapi juga melaksanakan hubungan bisnis yang bersifat perdata, apabila Negara telah melakukan tindakan-tindakan perdata, maka teoti imunitas mutlak tidak dapat dilakukan lagi, sehingga berlaku teori imunitas relative akibatnya Negara dalam kapasitas sebagai Ius Gestiones dapat dituntut di forum pengadilan asing.

Pasal 3 ayat (1) Viena Convention 1961 nmenyatakan “suatu Negara memiliki kekebalan kecuali:
“a real action relating to private immobable property situated in the territory of the receing state, unless he holds it on behalf of the sending state for the purposes of the mission;
An action relating to succession in which the diplomatic agent is inolved as a private person;
An action relating to any professional or commercial activity exercised by the diplomatic agent in the receiving state outside his official functions.”
 
 Jadi, hak imunitas dari perwakilan-perwakilan Negara asing dapat hilang apabila melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan bisnis.


0 komentar:

Post a Comment

 

Blogroll

Selamat Datang

Memberi motivasi lebih sulit dari pada memunculkannya, dan akan lebih sulit lagi memotivasi diri sendiri dari pada memotivasi orang lain. Munculkan motivasi dalam diri selama darah masih mengalir, jantung masih berdetak. Salam manis...

|-ShiJitSuKi-| Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template