KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Peran Perekonomian Daerah”.
Dalam
penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun
penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Akhir
kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Jambi, Januari 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999)
Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini
mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari
daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja
baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan
ekonomi daerah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan
institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas
tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik,
identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pemngetahuan, dan pengembangan
perusahaan-perusahan baru.
B. Masalah
Permasalahan
yang akan di bahas adalah:
1. Faktor
yang mempengaruhi perkembangan ekonomi;
2. Bentuk
– bentuk pembangunan ekonomi daerah;
3. Peranan
sumber daya ekonomi dalam pembangunan ekonomi daerah;
4. Strategi
kebijakan pembangunan ekonomi daerah.
C. Tujuan
makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Regional, serta
untuk mengetahui pembangunan dan perkembangan ekonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Daya Ekonomi
Potensi
sumberdaya ekonomi atau lebih dikenal dengan potensi ekonomi daerah pada
dasarnya dapat diartikan sebagai sesuatu atau segala sesuatu sumberdaya yang
dimiliki oleh daerah baik yang tergolong pada sumberdaya alam (natural
resources/endowment factors) maupun potensi sumberdaya manusia yang dapat
memberikan manfaat (benefit) serta dapat digunakan sebagai modal dasar
pembangunan (ekonomi) wilayah.
Potensi
sumberdaya ekonomi khususnya sumberdaya alam (natural resources/endowment
factors) pada prinsipnya dapat dikategorikan menjadi 3 bagian, meliputi :
a.
sumberdaya alam yang tidak pernah habis (renewable-perpetual resources). Jenis
sumberdaya alam yang masuk kategori ini selalu tersedia sepanjang waktu, dan
dapat dimanfaatkan oleh manusia. Contohnya : lahan pertanian, sinar matahari,
angin, gelombang laut (tergolong sebagai sumberdaya energi) dan sebagainya.
Pemanfaatan jenis sumberdaya alam seperti ini pada dasarnya dapat dieksploitasi
sesuai dengan tingkat kebutuhan manusia sepanjang masa. Sumberdaya ini secara
umum bersifat permanen, namun demikian jenis sumberdaya ini tidak dapat diproduksi
oleh manusia. Sehubungan dengan itu, tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya
secara struktural harus bisa dialihkan pada sumberdaya alam lain. Misalnya,
penggunaan energi sinar matahari, panas bumi, atau gelombang laut termasuk
angin, akan dapat mengurangi ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam
yang tidak dapat diperbarui.
b.
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui (non-renewable or exhaustible
resources). Jenis sumberdaya ini pada dasarnya meliputi sumberdaya alam yang
mensuplai energi seperti minyak, gas alam, uranium, batubara serta mineral yang
non energi seperti misalnya : tembaga, nikel, aluminium dan lain-lain. Sumberdaya
alam jenis ini adalah sumberdaya alam dalam jumlah yang tetap berupa deposit
mineral (mineral deposits) diberbagai tempat dimuka bumi. Sumberdaya alam jenis
ini bisa habis baik karena sifatnya yang tidak bisa diganti oleh proses alam
maupun karena proses penggantian alamiahnya berjalan lebih lamban dari jumlah
pemanfaatannya.
c.
sumberdaya alam yang potensial untuk diperbarui (potentially renewable
resources). Kategori sumberdaya alam ini tergolong sumberdaya alam yang bisa
habis dalam jangka pendek jika digunakan dan dicemari secara cepat, namun
demikian lambat laun akan dapat diganti melalui proses alamiah misalnya ;
pohon-pohon di hutan, rumput di padang rumput, deposit air tanah, udara segar
dan lain-lain (lihat : Yakin, 1997 dan Soeparmoko, 1997). Sumberdaya alam ini
keberadaannya harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam kerangka untuk
mendorong, mempercepat dan menunjang proses pembangunan wilayah (daerah). Namun
demikian penting untuk diperhatikan aspek ketersediaan termasuk daya dukungnya
terhadap mobilitas pembangunan daerah, karena apabila sumberdaya alam dengan 3
kategori ini dimanfaatkan dengan tidak bijaksana dan arif maka sudah barang
tentu stagnasi dan kemunduran dinamika pembangunan ekonomi wilayah akan semakin
cepat menjelma atau merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan.
Disamping
komponen sumberdaya alam, pada saat ini peranan sumberdaya manusia (human
resources) dalam konteks kegiatan pembangunan ekonomi termasuk pembangunan
ekonomi daerah (wilayah) semakin signifikan. Faktor sumberdaya manusia ini
telah menghadirkan suatu proses pemikiran baru dalam telaah teori-teori
pembangunan ekonomi, yang menempatkan sumberdaya manusia sebagai poros utama
pembangunan ekonomi baik dalam skala global, nasional maupun daerah. Strategi
pembangunan ekonomi yang berbasis pada pengembangan sumberdaya manusia (human
resources development) dianggap sangat relevan dan cocok dengan kondisi dan
karakter pembangunan ekonomi terutama di negara-negara berkembang sejak era
80-an. Strategi pembangunan ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang pakar
perencanaan pembangunan ekonomi berkebangsaan Pakistan yang bernama Mahbub Ul
Haq yang pada saat itu menjadi konsultan Utama United Nation Development
Programme (UNDP). Mahbub Ul Haq berpendapat bahwa pengembangan sumberdaya
manusia harus dijadikan landasan utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi di
negara-negara sedang berkembang, dan hal ini dianggap penting mengingat ketertinggalan
negara-negara berkembang terhadap negara-negara industri maju dalam tingkat
kesejahteraan ekonomi seperti kualitas dan standar hidup hanya akan dapat
diperkecil manakala terjadi peningkatan yang sangat signifikan dalam
pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
Dari
pola pemikiran seperti diatas maka takaran peranan sumberdaya manusia dalam
proses pembangunan ekonomi dalam konteks untuk mengurangi kesenjangan
pembangunan ekonomi pada dasarnya harus dilihat dari aspek peningkatan
kualitasnya. Dengan kualitas sumberdaya manusia yang semakin meningkat, akan
dapat mendorong peningkatan produktivitas ekonomi sekaligus sebagai modal dasar
untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Bagi
kebayakan negara-negara yang tingkat pembangunan ekonominya sudah tergolong lebih
maju, produktivitas sumberdaya manusia secara teknis telah dijadikan sebagai
instrumen terpenting untuk mempertahankan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi,
sekaligus dalam upaya untuk memperkuat basis struktural perekonomiannya. Dalam
era globalisasi, kualitas sumberdaya manusia yang handal akan sangat membantu
suatu negara untuk memenangkan kompetisi atau persaingan dalam perekonomian
global sekaligus dapat menjaga eksistensi negara tersebut dalam percaturan dan
dinamika perekonomian dunia yang semakin kompetitif.
B. Pembangunan Ekonomi Daerah Dan Otonomi Daerah
1.
Pembangunan ekonomi regional
Perkembangan
teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong
meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori
ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model
pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan
teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.
Untuk
melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa
cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan;
1.
pertumbuhan output;
2.
pertumbuhan output per pekerja; dan,
3.
pertumbuhan output perkapita.
Pertumbuhan
output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan
output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari
perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita
digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan
2.
Sebab Ketimpangan Pembangunan
Menurut
Sarjono HW (2006) pada kontek mikro, yang menjadi penyebab terjadinya
ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah pada umumnya, penyebabnya antara
lain:
1.
Keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk
unggulan.
2.
Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan
kawasan di daerah.
3.
Belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada
petani dan pelaku swasta.
4.
Belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada
pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah.
5.
Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama,diantara
pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non
pemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota
dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
6.
Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal
pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran
dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi.
7.
Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi di daerah dalam
mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah.
8.
Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah untuk mendukung
peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
Sementara
pada aspek makro, Dumairy (1996), menyatakan bahwa terdapat ada dua faktor yang
layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan
hasil-hasilnya dapat terjadi. Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan
anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan
faktor kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat_cenderung berorientasi
pada pertumbuhan, (growth).
Ketidaksetaraan
anugerah awal yang dimaksud adalah adanya kesenjangan antara bekal “resources”
yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Yang meliputi, sumberdaya alam,
kapital, keahlian/keterampilan, bakat/potensi atau sarana dan prasarana.
Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan, sektor ekonomi, sektor
wilayah/daerah/kawasan). Sumberdaya alam yang dimiliki tidak sama antar daerah,
(pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu pula yang
lain-lainnya seperti kapital, keahlian/keterampilan serta bakan atau potensi.
Kalau
kita lihat secara objektif, ketimpangan pembangunan, yang selama ini
berlangsung dan berwujud khsususnya pada Negara berkembang adalah dalam
berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja ketimpangan hasil-hasilnya,
misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau
proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan
spasial atau antar daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan.
Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.
Ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional misalnya, dapat dilihat
berdasarkan perbedaan mencolok dalam aspek-aspek seperti penyerapan tenaga
kerja; alokasi dana perbankan; investasi dan pertumbuhan.
Secara
makro ketimpangan pembangunan yang terjadi di diberbagai daerah, tentunya
karena lebih disebabkan oleh aspek strategi pembangunan yang kurang tepat.
Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan misalnya, ternyata tidak mampu
mengatasi persoala-persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya
memperkaya pelaku-pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan
akses pembangunan secara gratis.
Oleh
karena itu, untuk dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar-benarnya
dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada keberanian dari pemerintah
daerah untuk mengubah cara pandang dan strategi pembangunan ekonominya kearah
yang lebih sehat dan kompetitif. Kue-kue pembangunan harus dapat dinikmati dan
dirasakan oleh semua masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
jangan sampai kue pembangunan hanya milik segelintir kelompok atau golongan
tertentu saja yang dekat dengan kekuasan dan mudah mendapatkan akses
pembangunan secara gratis.
C. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999)
Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini
mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari
daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja
baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan
ekonomi daerah suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan
institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas
tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik,
identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan
perusahaan-perusahan baru.
Setiap
upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara
bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu,
pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan
dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus menafsir potensi sumberdaya yang
diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad,
1999)
Perencanaan
pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki
penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah tersebut dan untuk
memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta
secara bertanggung jawab.
Pembangunan
ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti
mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta : petani, pengusaha
kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam
proses perencanaan.
Ada tiga
(3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah:
·
Pertama, perencanan pembangunan ekonomi
daerah yang realistik memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah
dengan lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya,
keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari
interaksi tersebut.
·
Kedua, sesuatu yang tampaknya baik secara
nasional belum tentu baik untuk daerah dan sebaliknya yang baik di daerah belum
tentu baik secara nasional.
·
Ketiga, Perangkat kelembagaan yang tersedia
untuk pembangunan daerah, misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan,
otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia pada
tingkat pusat. Selain itu, derajat pengendalian kebijakan sangat berbeda pada
dua tingkat tersebut. Oleh karena itu perencanaan darah yang efektif harus bisa
membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan
menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat
dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang tersedia pada
tingkat daerah karena kedekatan para perencananya dengan obyek perencanaan.
D. Peranan Sumber Daya Ekonomi dalam
Pembangunan Ekonomi Daerah
Tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam era otonomi daerah dewasa ini, kecepatan dan
optimalisasi pembangunan wilayah (daerah) tentu akan sangat ditentukan oleh
kapasitas dan kapabilitas sumberdaya ekonomi (baik sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia). Keterbatasan dalam kepemilikan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia yang berkulitas dapat menimbulkan kemunduran yang sangat
berarti dalam dinamika pembangunan ekonomi daerah. Konsekuensi lain yang
ditimbulkan sebagai akibat terbatasnya kapasitas dan kapabilitas sumberdaya
ekonomi yang dimiliki daerah adalah ketidakleluasaan daerah yang bersangkutan
untuk mengarahkan program dan kegiatan pembangunan ekonominya, dan situasi ini
menyebabkan munculnya pula disparitas pembangunan ekonomi wilayah. Kondisi ini
tampaknya menjadi tak terhindarkan terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan
otonomi daerah dewasa ini.
Dalam
telaah teoritis, dengan sangat tepat Hadi dan Anwar (1996) yang banyak
menganalisis tentang dinamika ketimpangan dan pembangunan ekonomi antar wilayah
mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya ketimpangan pembangunan
ekonomi antar wilayah di Indonesia adalah adanya perbedaan dalam karakteristik
limpahan sumberdaya alam (resources endowment) dan sumberdaya manusia (human
resources) disamping beberapa faktor lain yang juga sangat krusial seperti
perbedaan demografi, perbedaan potensi lokasi, perbedaan aspek aksesibilitas
dan kekuasaan (power) dalam pengambilan keputusan serta perbedaan aspek potensi
pasar.
Dengan
pola analisis sebagaimana diilustrasikan diatas dapat digarisbawahi bahwa pengelolaan,
ketersediaan, dan kebijakan yang tepat, relevan serta komprehensif amat
dibutuhkan dalam kaitannya dengan percepatan proses pembangunan ekonomi daerah
dan penguatan tatanan ekonomi daerah yang pada gilirannya dapat menjamin
keberlanjutan proses pembangunan ekonomi dimaksud. Namun amat disayangkan,
dinamika pelaksanaan pembangunan ekonomi wilayah (daerah) dalam era otonomi
daerah dewasa ini, memiliki atau menampakkan suatu kedenderungan dimana daerah
yang kaya akan sumberdaya alam lebih cepat menikmati kemajuan pembangunan bila
dibandingkan dengan wilayah lain yang miskin akan sumberdaya alam, hal ini
diperparah lagi dengan keterbatasan kualitas sumberdaya manusia. Apabila
kondisi seperti ini terus berlanjut maka tidaklah terlalu mengherankan manakala
issu tentang ketimpangan pembangunan antara wilayah (kawasan) yang merebak di
akhir Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama yang lalu, kembali muncul dengan
sosok yang semakin mengkhawatirkan.
Sebagai
ilustrasi, berikut ini dikutip pendapat seorang pakar yang banyak menyoroti
tentang dinamika otonomi daerah : “.. negara Indonesia kaya akan sumberdaya
alam, tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Kenyataan paradoksal tersebut
tentunya ada penyebabnya, antara lain karena lemahnya pengelolaan manajemen sumberdaya
alam serta penguasaan oleh segelintir orang yang rakus. Seiring dengan semangat
desentralisasi, sebagian besar kewenangan pengelolaan sumberdaya alam sudah
diserahkan kepada daerah, termasuk kewenangan di daerah otoritas seperti
kawasan kehutanan, kawasan pertambangan, kawasan pelabuhan dan lain sebagainya
yang selama ini tidak tersentuh oleh kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota (lihat
pasal 129 UU Nomor 22 Tahun 1999). Bagaimana menggunakan sumberdaya alam untuk
kepentingan rakyat banyak akan sangat tergantung pada kemauan politik
(political will) dan tindakan politik (political action) dari pemerintahan
daerah”. (Wasistiono, 2003)
E. Strategi Kebijakan Pembangunan
Ekonomi Daerah
Pilihan
publik (public policy) menurut Buchanan adalah sebuah perspektif untuk bidang
sosial politik yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode
ilmu ekonomi. Teori pilihan publik ini berguna untuk menjelaskan proses
pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar (nonmarket
phenomena) dalam upaya bagaimana lembaga-lembaga non pasar mampu bekerja dalam
kerangka kesejahteraan ekonomi masyarakat (Rachbini, 2002).
Ada
keterlibatan paradigma ekonomi dalam teori pilihan publik utnuk mengkaji suatu
kebijakan sebagai upaya yang baik dalam proses politik agar penerapan kebijakan
benar-benar memberikan manfaat dan sesuai dengan analisis dan kebutuhan
kelompok masyarakat. Intinya, public choice adalah metode ekonomi yang
diupayakan untuk diterapkan dalam ruang administrasi publik. Public choice
membahas masalah tindakan sosial kolektif (collective action) dan masalah
mengagregasikan preferensi.
Adapun
pendekatan pilihan rasional (rational choice) dalam proses pembuatan kebijakan
pada dasarnya bertumpu pada dua hal, yaitu rasionalitas ekonomis dan rasionalitas
birokrasi. Rasionalitas ekonomi setidaknya memberikan kontribusi perlunya
efisiensi anggaran pembangunan guna mencapai sasaran dan sesuai dengan analisa
masalah dan kebutuhan. Pembacaan perhitungan-perhitungan dampak ekonomis adalah
sesuatu yang dilakukan di awal kegiatan sebelum merumuskan suatu kebijakan.
Teori pilihan rasional (rational choice) sebagaimana diungkap Mitchell (1968)
dalam The New Political Economy memberikan gambaran bahwa sebuah kebijakan
setidaknya melewati proses politik di mana keputusan itu melibatkan publik dan
mendukung dari kelompok-kelompok dan pemilih partai politik.
Dalam
sub bab ini juga dibahas pemikiran Denhardt & Denhardt (2000). Pemikiran
Denhardt & Denhardt ini menjadi acuan penting dalam membahas mengenai Teori
Social Equity ini, sebagaimana tertuang dalam tulisannya yang terkenal The New
Public Service: Serving Rather Steering. Dalam upaya untuk memahami pemikiran
Denhardt kita terlebih dahulu harus mengingat kembali konsep reinventing
government dari David Osborne yang berkembang pada tahun 1990an, atau sering
pula disebut dengan istilah New Public Management (NPM). Pokok pikiran Denhardt
adalah kritik yang sangat radikal atas ajaran Osborne. Denhardt menganggap
bahwa ajaran Osborne telah mebuat ilmu administrasi publik tercerabut dari
akarnya, yaitu negara. Sementara basis paradigma Osborne adalah pasar.
Untuk
mewujudkan agar administrasi publik lebih menjamin terjadinya keadilan sosial,
daripada keberpihakan terhadap mekanisme pasar Denhardt mengusulkan adanya
prinsip demokrasi, prinsip kewarganegaraan dan prinsip pelayanan. Adapun
turunan dari upaya administrasi publik kembali ke akarnya tersebut diturunkan
dalam 7 (tujuh) prinsip dasar pemikiran Denhardt, sebagaimana berikut: Melayani
warga negara/rakyat, bukannya pelanggan (customer); Mendalami tentang
‘kepentingan publik’ (public interest) bukan mekanisme pasar; Meletakkan nilai
kewargaan dan pelayanan publik di atas kewirausahaan; Berpikir secara strategis
dan bertindak secara demokratis (bagaimana pikiran yang ideal normatif dapat
diterima masyarakat secara luas bukannya dipaksakan); Memahami bahwa
akuntabilitas publik itu bukanlah hal yang simple. Bukan sekedar kalau beres
secara hukum dan administrasi maka selesailah soal akuntabilitas. Makna
akuntabilitas lebih dalam daripada sekedar hukum dan administratif; Tugas
pemerintah adalah melayani, bukannya mengendalikan; dan Lebih menghargai rakyat
daripada produktivitas. Dari tujuh prinsip tersebut, kita bisa memahami bahwa
hampir semuanya menyerang secara tajam prinsip-prinsip Osborne.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perekonomian
daerah akan sangat membantu perekonomian suatu negara apabila perekonomian
negara tersebut. Karena dampak dari perekonomian akan sangat terasa apabila
daerahdaerah di Negara tersebut juga maju, karena dengan tingginya pendapatan
daerah, maka pendapatan di negara tersebut akan secara otomatis meningkat.
Selain
itu, jika perekonomian di daerah sangat maju, tentu negara dan pemerintah pusat
tidak akan perlu mengeluarkan dana untuk impor barang produksi atau jasa,
karena sudah bisa dipenuhi oleh daerah-daerah di negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Iwan dan Rokhimin Dahuri. 2004.
Pembangunan Wilayah perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta. LP3ES
0 komentar:
Post a Comment