KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Otonomi Daerah dan Aplikasiannya”.
Dalam
penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun
penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Akhir
kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Jambi, Januari 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Negara
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau. Ribuan pulau
ini dijadikan satu wilayah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
keadaan geografis yang berupa kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit
mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan
atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem
pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah
pengawasan dari pemerintah pusat.
Pada
masa sekarang ini yaitu masa reformasi, kita sangat mengharapkan sistem
pemerintahan yang bisa menerima secara langsung kainginan dari masyarakat namun
itu juga tetap berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut sangat
diperlukan karena mulai terdapat munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan
NKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya alam
daerah di Indoinesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab
diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya
alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan
nasional.
Sebab
seperti yang kita ketahui bersama bahwa terdapat beberapa daerah yang
pembangunannya memang harus lebih cepat dari pada daerah lain. Karena itulah
pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat
daerah yang disebut otonomi daerah (OTDA) untuk mengelola potensi-potensi dan
sekaligus mengembangkanya.
Pada
kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja
terhadap pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah
pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah
daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan nasional atau tidak, maka dari itu
pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia di dalam
pembangunan itu yang bukan hanya kepada tata pengelolaan pembangunan kota yang
strategis, tapi dari aspek yang lain yang sama mesti di bangun seperti
pengembangan kualitas sumberdaya manusia, pembengunan didalam bidang pendidikan
yang mengacu kepada UUD 1945 yang memang harus benar-benar merata agar tersusun
tatanan pola pembangunan yang merata dan terstruktur bagi tatanan daerah.
B. Pokok Permasalahan
Masalah
ialah harus dipecahkan secara baik-baik dan benar sesuai prosedur, dan masalah
yang akan disusunpun harus benar-benar dirumuskan dan dipikirkan secara
matang-matang. Berdasarkan latar belakang masalah diatas kita dapat merumuskan
hal/poko permasalahan dalam susunan makalah ini. Ialah sebagai berikut yang
akan menjadi uraian dan sekaliugs menjadi bahasan pada bab selanjutnya.
1. Mengapa Otonomi Daerah Perlu Dipelajari ?
2. Apa arti dari otonomi daerah dan
desenterelisasi ?
3. Siapa yang mengungkapkan bentuk
desentralisasi?
4. Apakah ada kemungkinan implikasi terhadap
keuangan daerah dari otonomi daerah ?
5. Seperti apakah implikasi terhadap dinamika
politik lokal/Daerah ?
6. Apa saja ruang lingkup dari visi otonomi
daerah ?
C. Tujuan
Makalah
ini di buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi regional dan
untuk memberi pencerahan tentang otonomi daerah yang masih termasuk dalam
ekonomi regional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Otonomi Daerah
Mengenai otonomi Daerah yang memang sangat
perlu dipelajari dan dikaji bagi setiap kalangan orang terpendidik dan kaum
intelektualitas sebagai harapan bangsa pada padamasa selanjutnya, kita selaku
mahasiswa memang harus ada keharusan dan juga mempunyai tangung jawab yang
sekaligus bisa dikatakan sebagai beban atau tugas yang bisa dikatakan poko
terhadap semua ini ialah untuk mempelajari dan mengkaji sekaligus memahami
mengenai otonomi daerah untuk kita aktualisasikan kelak kalau kita di posisikan
sebagai pelaku kepemerintahan di daerah khususnya, alesanya sangat kelasik
sekali mengapa ? karena seperti sekarang kita ketahui bersama bahwa sistem
otomomi daerah sendiri telah dibakukan dan memang telah berjalan begitu lama
terhadap sistem di kepemerintah daerah sendiri khususnya. Yang mana itu semua
hampir telah di undang-undangkan, nah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
otonomi daerah, dan seperti apa sistem didalam otonomi daerah itu sendiri.
Umpamanya kalau misalkan kita belum paham dan belum mengerti tentang seperti
apa otonomi daerah itu maka bisa pastikan kita tidak akan bisa menjalankan
suatu sistem otonomi daerah itu sesuai dengan prosedur atau sistem seperti yang
telah tercantum di dalam UU. Dan ini bisa dikatakan juga sebagai bahan
pembelajaran yang berkelanjutan untuk pemahaman kita selaku Mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Berbagai
definisi tentang desentralisasi dan otonomi daerah telah banyak dikemukakan
oleh pakar sebagai bahan perbandingan dan bahasan dalam upaya menemukan
pengertian yang mendasar tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi
desentralisasi. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri.
Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Jadi,
otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah
mampu mencapai kondisi tersebut maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk
melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari luar.
Desentralisasi
didefinisikan dalam United Nations (PBB) yang menjelaskan proses kewenangan
yang diserahkan dari pusat kepada daerah. Proses itu melalui dua cara yaitu
dengan delegasi kepada pejabat-pejabat di daerah (deconcentration) atau bisa
juga dengan devolution kepada badan-badan otonomi daerah. Walau memang ada
kesamaan dari makna desentralisasi dengan otonomi, sesuai hasil penjelasan
kemarin hasil diskusi seminar nasional yang diselenggarakan di gedung rektorat
Universitas Siliwangi bahwa ada penjelasan mengenai hak ini yang sangat
berhubungan antara satu sama lain ialah desenteralisasi sangat identik dengan
otonomi karena kedua istilah tersebut mempunyai makna yang sama yaitu
kewenangan daerah untuk menggurus urusan-urusan pemerintahan daerah atau mengurus
rumah tangganaya sendiri sedangkan dalam penerapanya otonomi lebih cenderung
pada politik sedangkan desenteralisasi mengacu pada administrasi.
B. Model Desentralisasi
Rondinelli
membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu :
(1) deconcentration,
(2) delegation to semi-autonomous and
parastatal agencies,
(3) devolution to local goverments, and
(4) nongoverment institutions
1)
Dekonsentrasi
Desentralisasi
dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), menurut Rondinelli pada hakikatnya
hanya merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara
departemen pusat dengan pejabat pusat dilapangan tanpa adanya penyerahan
kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasan untuk membuat keputusan.
Rondinelli
selanjutnya membedakan dua tipe dekonsentrasi yaitu :
a)
Field administration (administrasi lapangan)
Pejabat
lapangan diberi keleluasaan untuk mengambil keputusan seperti merencanakan,
membuat keputusan-keputusan rutin dan menyesuikan pelaksanaan kebijaksanaan
pusat dengan kondisi setempat.
b)
Local administrasion (administrasi lokal)
Terdiri
dari dua tipe yaitu integrated local administration (administrasi lokal yang
terpadu) dan unintegrated local administration (administrasi lokal yang tidak
padu).Dalam tipe integrated local administration, tenaga-tenaga dari departemen
pusat yang ditempatkan didaerah berada langsung di bawah perintah dan supervisi
kepala daerah yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.
Walaupun tenaga-tenaga tersebut diangkat, digaji, dipromosikan dan dimutasikan
oleh pemerintah pusat, mereka tetap berkedudukan sebagai staf teknis dari
kepala daerah dan bertanggung jawab kepadanya. Sedangkan tipe unintegrated
local administration ialah tenaga-tenaga pemerintah pusat yang berada didaerah
dan kepala daerah masing-masing berdiri sendiri.
Menurut
Rondinelli, dekonsentrasi dapat ditempuh melalui dua cara yaitu, pertama;
transfer kewajiban dan bantuan keuangan dari pemerintah pusat kepada provinsi,
distrik dan unit administratif lokal. Kedua; melalui koordinasi unit-unit pada
level sub-nasional atau pemerintah pusat dan daerah serta unit-unit tersebut.
Mengutip
pendapat Smith, Turner dan Hulme bahwa pilihan dekonsentratis didasarkan
ukuran-ukuran manajerial dan bukan politik, meskipun kenyataannya memiliki
nuansa politik tinggi. Hal ini didasarkan atas dua alasan; pertama, kepentingan
politik mereka yang mengendalikan kekuasaan negara seringkali kewenangan kepada
pejabat administrasi dari pada kepentingan pemerintah daerah. Kedua, pejabat
administrasi pada umumnya melakukan kewajiban politik untuk pemerintah pusat
yang memelihara stabilitas politik, menghalangi kelompok-kelompok politik
oposisi, menjamin bahwa keputusan daerah berwenang tidak bertentangan dengan
kebijakan pusat dan memonitor langsung politik para staf dan lain-lain.
2)
Delegasi
Delegasi
sebagai bentuk kedua yang disebutkan oleh Rondinelli adalah pelimpahan
keputusan dan kewenangan untuk melakukan tugas-tugas khusus suatu organisasi
yang tidak secara langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat. Delegasi
menurut Litvack merujuk kepada sebuah situasi dimana pemerintah pusat
mentrasfer tanggung jawab (responsibility) pengambilan keputusan dan fungsi
administrasi publik kepada pemerintah daerah atau kepada organisasi semi
otonomi yang sepenuhnya tidak dikendalikan oleh pemerintah pusat akan tetapi
pada akhirnya tetap bertanggung jawab (accountable) kepadanya. Bentuk
desentralisasi semacam ini dapat dirincikan sebagai hubungan daerah
prinsipelagen dimana pemerintah pusat sebagai prinsipal dan pemerintah daerah
sebagai kebebasan pemerintah daerah yang memperoleh insentif dari pemerintah
pusat dan cenderung dituntut untuk lebih memenuhi keinginan pemerintah pusat
agar tidak sampai mengorbankan kepentingan daerah dalam mengelola kewenangan
dan tanggung jawabnya.
3)
Devolusi
Konsekuensi
dari devolusi adalah pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar
pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu
untuk dilaksanakan secara mandiri. Bentuk devolusi mempunyai lima
karakteristik, diantaranya :
a)
Unit pemerintahan lokal bersifat otonomi, mandiri dan secara tegas terpisah
dari tingkat-tingkat pemerintahan. Pemerintahan pusat tidak melakukan
pengawasan langsung terhadapnya.
b)
Unit pemerintahan lokal diakui mempunayi batas-batas wilayah yang jelas dan
legal, yang mempunyai wewenang untuk melakukan tugas-tugas umum pemerintahan
c)
Unit pemerintahan daerah berstatus sebagi badan hukum dan berwenang untuk
mengelola dan memanfaatkan sumber-dumber daya untuk mendukung pelaksanaan
tugasnya.
d)
Unit pemerintahan daerah diakui oleh warganya sebagai suatu lembaga yang akan
memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan meraka.
e)
Terdapat hubungan yang saling menguntungkan melalui koordinator antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta unit-unit organisasi lainnya dalam
suatu sistem pemerintahan.
Salah
satu contoh devolusi paling ekstensif adalah Sudan dimana komisi propinsi dan
DPRD propinsi mempunyai kewajiban hampir seluruh fungsi-fungsi publik kecuali
keamanan nasional, pos komunikasi, urusan luar negeri , perbankan dan
peradilan.
Menurut
Mawhood sebagaiman dikutip oleh Turner dan Hulme ada lima ciri yang melekat
pada devolusi yaitu :
a) Adanya sebuah badan lokal yang secara
kenstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada
pelayanan lokal yang signifikan.
b) Pemerintahan daerah harus memiliki
kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring dengan otoritas untuk
meningkatkan pendapatannya
c) Harus mengembangkan kompetensi staf
d) Anggota dewan yang terpilih yang
beroperasi pada garis partai, harus menentukan kebijakan dan prosedur internal.
Yang tidak memiliki peranan apapun didalam otoritas lokal.
e) Pejabat pemerintah pusat harus melayani
sebagaian penasihat dan evaluator luar (expternal advisors dan evaluators) yang
tidak memiliki peran apapun didalam otoritas lokal.
4)
Privatisasi
Bentuk
terakhir dari desentralisasi menurut Rondinelli adalah orivatisasi. Privatisasi
adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan
sukarela, swasta dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula merupakan peleburan
badan Pemerintah menjadi badan usaha swasta. Misalnya, BUMN & BUMD dilebur
menjadi PT.
Rondinelli
menjelaskan melalui privatisasi pemerintahan menyerahkan tanggung jawab
fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi nirlaba atau mengizinkan mereka
membentuk perusahaan swasta. Dalam beberapa kasus, pemerintah menstransfer
tanggung jawab tersebut kepada organisasi paralel seperti nasional, asosiasi
dagang dan industri, kelompok-kelompok profesional, organisasi keagamaan,
partai politik dan koperasi.
Dari
penjelasan diatas, kita dapat melihat bahwa konsep desentralisasi didekati
dalam jangkauan aktivitas dan ide yang luas. Oleh karena itu bagi Maddick
sebagaimana dikutip oleh Turner yang penting adalah adanya evolusi sistem
pemerintahan.
Pembagian
Kekuasaan Antara Pusat dan Daerah Dalam UU No. 22 Tahun 1999
Pembagian
kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan
tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat hampir sama
dengan yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai
jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah
pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi
pemerintahan, badan usaha milik negara dan pengembangan sumber daya manusia.
Kewenangan
propinsi sebagai daerah administrasi mencakup :
1) Kewenangan bersifat lintas kabupaten dan kota
2) Kewenangan
pemerintahan lainnya, seperti perencanaan dan pengendalian pembangunan regional
secara makro.
3) Kewenangan kelautan
4) Kewenangan yang tidak atau belum dapat
ditangani daerah kabupaten dan kota.
Pendapat Para Pakar/Para Ahli Mengenai
Desentralisasi
1)
M. Turner dan D. Hulne (dalam Teguh Yuwono, edisi., 2001,hal.27)
Berpandangan
bahwa yang dimaksud dengan desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan
beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusat
kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat kepada publik yang
dilayani. Landasan yang mendasari transfer ialah teritorial dan fungsional.
Teritorial adalah menempatkan kewenangan kepada level pemerintahan yang lebih
rendah dalam wilayah hirarkis yang secara geografis lebih dekat pada penyedia
layanan dan yang dilayani. Fungsional adalah transfer kewenangan kepada agen
yang fungsional terspesialisasi. Transfer kewenangan secara fungsional ini
memiliki tiga tipe: pertama, apabila pendelegasian kewenangan itu didalam
struktur politik formal misalnya; dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Kedua, jika transfer itu sebuah kementrian kepada kantor kementrian
yang ada didaerah. Ketiga, jika tansfer tersebut dari institusi negara kepada
agen non negara,; misalnya penjualan aset pelayanan publik seperti telepon atau
penerbangan kepada sebuah perusahaan.
2)
Rondinelli (Teguh Yuwono, edisi.,2001,hal.28).
Mendefinisikan
desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan
alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level
pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau
fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan
organisasi nirlaba
3)
Shahid Javid Burki dkk (dalam ebidem)
Menggunakan
istilah desentralisasi untuk menunjukkan adanya proses perpindahan kekuasaan
politik fiskal dan administratif kepada
unit pemerintah sub nasional. Oleh karena itu yang terpenting adalah adanya
pemerintah daerah yang terpilih melalui pemilihan lokal (elected sub-national
goverment). Dan jika tidak, maka negara tersebut tidak dianggap sudah
terdesentralisasikan. Ia menekankan pada pentingnya pemerintah daerah yang
terpilih itu karena dua alasan. Pertama, alasan yang mungkin paling ambisius
dan paling beresiko bahwa reformasi ketiga struktur (desentralisasi,
dekonsentrasi, dan privatisasi) tersebut berlangsung di daerah. Kedua,
implikasi behavioral yang unik dari desentralisasi.
Jadi,
desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
4) desentralisai dapat menghantarkan kepada
administrasi pemerintahan yang mudah disesuaikan, inovatif, dan kreatif.
Pemerintah Daerah dapat memiliki peluang untuk menguji inofasi, serta
berexperiment dengan kebijakansanaan
yang baru didaerah tertentu tanpa harus menjastipikasinya kepada seluruh
wilayah negara. Kalau mereka berhasil maka dapat dicontoh oleh daerah yang
lainya.
5)
desenteralisasi perencanaan dan fungsi manajemen dapat memungkinkan peminpin di
daearah menetapkan pelayanan dan fasilitas secara efektip ditengah-tengah
masyarakat, menintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, memonitor dan
melakukan evaluasi implementasi proyek pembangunan dengan lebih baik daripada
yang dilakukan oleh pejabat di pusat.
6)
desentralisai dapat memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional yang
memberikan peluang kapada berbagai kelompok masyarakat didaerah untuk
berpartisipasi secara langsung dalam pembuatan kebijaksanaan, sehingga dengan
demikian akan meningkatkan kepentinggan mereka didalam memelihara sistem
politik.
7)
desenteralisasi dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa ditingkat lokal
dengan biayaya yang lebih rendah, karena hal itu tidak lagi menjadi beban
pemerintah Pusat karena sudah diserahkan kepada Daerah.
C. Implikasi Terhadap Keuangan Daerah
dari Otonomi Daerah
Persoalaan
klasik yang selalu muncul ketika membicarakan masalah pemerintah Daerah adalah
yang berkaitan dengan masalah keuangan. Sangat masuk akal persoalan ini selalu
muncul karena uang jelas sangat mutlak diperlukan dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan, baik dalam memberikan pelayanaan kepada masyarakat ataupun
guna memberikan perlindungan. Dana yang sangat besar diperlukan untuk membayar
belanja pegawai, dan juga segala bentuk pembiayaan lainya yang biasanya
diwujudkan dalam bentuk proyek.
Dengan
adanya 2 UUD yang mengatur pemerintahan Daerah yang baru, apakah persoalaan
tersebut akan dapat diselesaikan ? tentu saja tidak, apalagi masih diperlukan
sejumlah peraturan lebih lanjut guna menginterpretasikan kedua UU tersebut.
Baik UU.No.22/1999 ataupun UU No.25/1999, keuangan Daerah dinyatakan bersumber
dari :
a. Pendapatan asli Daerah yaitu:
·
Hasil pajak Daerah.
·
Hasil retribusi daerah.
·
Hasil perusahaan Daerah, hasil pengelolaan
kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
·
Lain-lain pendapatan asli daerah yang syah.
a. Dana perimbangan;
b. Pinjaman Daerah;
c. Lain-lain pendapatan Daerah yang syah.
Sementara
itu yang dimaksud dengan “dana perimbangan” adalah “ a. Bagian daerah dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bagunan,
dan penrimaan SDA; b. Dana alokasi umum; dan c. Dana alokasi khusus. “bagian
dari perolehan daerah secara terperinci dinyatakan pembagiannya sebagai berikut
agar terlihat lebih jelas kita mencoba dengan penjelasan lewat tabel berikut
ini.
Jenis Penerimaan
|
Pusat
|
Daerah
|
Penerimaan dari PBB
|
10%
|
90%
|
Bea perolehan Hak
T&B
|
20%
|
80%
|
Pertambangan Umum
& Perik
|
20%
|
80%
|
Minyak Bumi
|
85%
|
15%
|
Gas Alam
|
70%
|
30%
|
Data ini kita mengacu dari :UU PKPD No. 22/1999 Pasal 6
“Pengaturan
masalah keuangan Daerah, menrut hemat kita sesuai hasil keputusan bersama
setelah mengkaji dari semua data ialah masih bersifat “setengah hati” karena
titik beratnya masih tetap pada pembagian proporsi, bukan terletak kepada
pemberian kewenangan yang luas sebagaimana dinyatakan juga dalam UU No. 22
Tahun 1999. Kita lebih percaya pada mekanisme yang memberikan kewenangan yang
luas kepada daerah dalam bidang keuangan, karena dengan kewenangan tersebut
uang akan dapat dicari semaksimal mungkin, tentu saja dengan memperhatikan
potensi daerah serta kemampuan aparat pemerintah daerah untuk mengambil
inisiatif guna menemukan sumber-sumber keuangan yang baru. Dengan demikian yang
menjadi landasan falsafahnya adalah “dengan kewenangan, uang akan dicari” atau
dalam bahasa asingnya ialah “Money Follows Funcition.” Bukan sebaliknya
sebagaimana yang sudah diperlihatkan selama puluhan tahun di Indonesia.
D. Implikasi terhadap dinamika politik
lokal
Pada
masa-masa yang akan datang kita justru harus dapat bersigap tegas dan jeli
untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan
akan tumbuhnya dinamika politik lokal yang sangat tinggi. Hal itu sangat
sejalan sekali dengan dengan berkembangnya proses demokratisasi hampir di semua
tingkatan masyarakat, termasuk ditinggkatan lokal. Pejabat pemerintah itu tidak
lagi merupakan individu yang “untouchable “namun mereka akan sangat terbuka
untuk dijadikan sasaran keritik dari berbagai pihak didaerah. Oleh karena itu,
kemungkinan peningkatan akuntabilitas pejabat di daerah akan sangat tinggi,
karena akan terjadi proses skrutinisasi terhadap pemegang jabatan, baik yang
menyangkut perilakunya sehari-hari ataupun yang berkaitan dengan pemilihan
kebijaksanananya.
Hal
itu menjadi bertambah kuat lagi sejalan dengan meningkatnya kebebasan, baik
kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat ataupun kebebasan Pers. Hal yang
terakir ini jelas merupakan hal gejala yang sangat menarik karena. Selama masa
transisi Pers Indonesia telah memperlihatkan peranannya yang memang cukup luar
biasa besarnya dalam menyoroti berbagai perilaku pejabat pemerintahan, termasuk
pejabat didaerahpun sama demikian.
E. Arti Penting Otonomi Daerah Desentralisasi
Ada
beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia saat ini
dirasakan sangat mendesak :
1) Kehidupan berbangsa dan bernegara
selama ini sangat terpusat di Jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa
wilayah lain di lalaikan.
2) Pembagian kekayaan secara tidak adil
dan merata
3) Kesenjangan sosial (dalam makna
seluas-luasnya) antara satu daerah dengan daerah lain sangat terasa.
Pembangunan fisik di satu daerah berkembang pesat sekali, sedangkan pembangunan
di banyak daerah masih lamban dan bahkan terbengkalai. Sementara lain ada
alesan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus memberikan landasan
filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah (desentralisasi) sebagaimana
dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut : (Jose Riwu Kaho, 2001,h.8):
1.
Dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan
desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat
ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak
demokrasi.
3.
Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan
daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan
yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah
setempat, pengurusannya diserahkan pada daerah.
4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu
diadakan supaya adanya perhatian sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan
sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak
kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi,
desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan
secara langsung dapat membantu pembangunan tersebut.
Berbagai
argument dan penjelasan mengenai fungsi desentralisasi, otonomi yaitu :
1. Untuk terciptanya efisiensi-efektivas
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan berfungsi mengelola berbagai dimensi
kehidupan seperti bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan,
politik, integrasi sosial, pertahanan, keamanan dalam negeri, dll. Selain itu
juga mempunyai fungsi distributif akan hal yang telah diungkapkan, fungsi regulatif
baik yang menyangkut penyediaan barang dan jasa, dan fungsi ekstraktif yaitu
memobilisasi sumber daya keuangan dalam rangka sarana membiayai aktifitas
penyelenggaraan negara.
2.
Sebagai sarana pendidikan politik. Banyak kalangan ilmuan politik berargumentasi
bahwa pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan (training ground) dan
pengembangan demokrasi dalam sebuah negara. Alexis de’ Tocqueville mencatat
bahwa “town meetings are to leberty what primary schools are to science; the
bring it within the people reach, they teach men how to use and how to enjoy
it. John Stuart Mill dalam tulisannya “Represcentative Goverment” menyatakan
bahwa pemerintahan daerah akan menyediakan kesempatan bagi warga masyarakat
untuk berpartisipasi politik, baik dalam rangka memilih atau kemungkinan untuk
dipilih dalam suatu jabatan politik.
3.
Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan. Banyak kalangan ilmuan politik sepakat bahwa
pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karir lanjutan,
terutama karir di bidang politik dan pemerintahan ditingkat nasional.
4.
Stabilitas politik, Sharpe berargumentasi bahwa stabilitas politik nasional
mestinya berawal dari stabilitas politik pada tingkat lokal. Hal ini dilihat
dari terjadinya pergolakan daerah pada tahun 1957 – 1958 dengan puncaknya
adalah kehadiran dari PRRI dan PERMESTA, karena daerah melihat kenyataan
kekuasaan pemerintah Jakarta yang sangat dominan.
5.
Kesetaraan politik (political equality). Dengan dibentuknya pemerintahan daerah
maka kesetaraan politik diantara berbatgai komponen masyarakat akan terwujud.
6.
Akuntabilitas publik. Demokrasi memberikan ruang dan peluang kepada masyarakt,
termasuk didaerah, untuk berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan
penyelenggaraan negara.
3.
Apa saja ruang lingkup dari visi Otonomi Daerah ?
1)
Politik
Karena
otonomi adalah buah dari kebijakan desentalisasi dan demokrasi, maka ia harus
dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintah yang respontif terhadap kepentingan masyarakat luas
dan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung
jawaban publik. Demokratisasi pemerintah juga berarti transparansi
kebijakan.artinya untuk setiap kebijakan yang diambil, harus jelas siapa yang
memprakarsainya dari kebijakan itu. Apa tujuanya, berapa ongkos yang harus
dipikul, siapa yang diuntungkan, apa resiko yang harus ditanggung, dan siapa
yang harus bertangung jawab ketika kebijakan itu gagal ? otonomi daerah juga
berkesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah, membangun sistem dan pola karir politik administrasi yang kompetitif,
serta mengembangkan manajemen pemerintah yang efektif.
2)
Ekonomi
Otonomi
daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan. Ekonomi
didaerah, dan dipihak lain terbukanya peluang bagi pemerintahan daerah
mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi didaerahnya.
Dalam
konteks ini, otonomi daerah akan memnungkinkan lahirnya berbagai prakarsa
pemerintah daerah untuk menawarkan pasilitas investasimemudahkan proses
perijinan, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran
ekonomi didaerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke
tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
3)
Sosial dan budaya
Otonomi
daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni
sosial, dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang
kondusif dalam menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika
kehidupan disekitarnya.
Berdasarkan
visi ini, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian melandasi lahirnya UU No.
22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, merangkum hal-hal berikut ini:
a) Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan
pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah.
b) Penguatan peran DPRD sebagai
representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala Daerah
c) Pembangunan tradisi politik yang lebih
sesuai dengan kultur demokrasi demi menjamin tampilnya kepemimpinan
pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang
tinggi pula.
d) Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi
pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki
agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah
didesentralisasikan, setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan
kondisi daerah serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah.
e) Peningkatan efisien administrasi
keuangan darah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan
negara dan daerah, pembagian revenue (pendapatan) dari sumber penerimaan yang
berkait dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi serta tata cara dan syarat
untuk pinjaman dan obligasi daerah.
f) Perwujudan desentralisasi fiskal dari
pemerintahan pusat yang bersifat alokasi subsidi berbentuk block gran,
peraturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan
kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan serta optimalisasi upaya
pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.
Kewenangan
pemerintah kabupaten dan kota sebagai daerah otonomi :
1.
Pertahanan,
2.
Pertanian,
3.
Pendidikan dan kebudayaan,
4.
Tenaga kerja,
5.
Kesehatan,
6.
Lingkungan hidup,
7.
Pekerjaan umum,
8.
Perhubungan,
9.
Perdagangan dan industri,
10.
Penanaman modal, dan
11.
Koperasi.
Penyerahan
kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonomi kabupaten dan daerah
otonomi kota dilandasi oleh sejumlah pemikiran :
1.
Makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga masyarakat
yang dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau
pelayanan publik tersebut.
2.
Penyerahan 11 jenis kewenangan itu kepada daerah otonom kabupaten dan daerah
otonom kota akan membuka peluang dan kesempatan bagi aktor-aktor politik lokal
dan sumber daya manusia yang berkualitas didaerah untuk mengajukan prakarsa,
berkreativitas dan melakukan inovasi.
3.
Karena distribusi sumber daya manusia yang berkualitas tidak merata.
4.
Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang tidak saja
hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat semata.
5.
Otonomi Daerah dan Demokratisasi
Eksistensi
kebijakan otonomi daerah kiranya sangat penting dipahami sebagai bagian dari
agenda demikratisasi kehidupan bangsa. Dengan kata lain, keberadaan kebijakan
otonomi daerah tidak boleh dipandang sebagai a final destination melainkan
lebih sebagai mekanisme dalam menciptakan demokratisasi penyelenggaraan
pemerintahan. Mawhood merumuskan tujuan utama dari kebijakan otonomi daerah
sebagai uapaya untuk mewujudkan political equality, local accountability dan
local responsiveness. Prasyarat yang harus untuk mencapai tujuan tersebut
adalah pemerintahan daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas
(legal teritorial of power); memiliki pendapatan daerah sendiri (local own
income); memiliki badan perwakilan (local representative body) yang mampu
mengontrol eksekutif daerah, dan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh
masyarakat daerah melalui pemilu (local leader executive by election).
Keterkaitan
otonomi daerah dengan demokratisasi pernah diungkapkan oleh Muhammad Hatta,
proklamator RI dalam suatu kesempatan. Memberikan otonomi daerah tidak saja
berarti melaksanakan demokrasi, bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa
yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya
auto-aktiviet tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu
pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat untuk rakyat. Rakyat tidak saja
menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaikai nasibnya
sendiri.
Konsekuensi
otonomi daerah dengan demokratisasi :
1) Otonomi daerah harus dipandang keutuhan
sebagai instrumen desentralisasi dalam rangka mempertahankan keutuhan serta
keberagaman bangsa.
2)
Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi pemerintahan daerah (pemda), juga bukan otonomi bagi “daerah”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi
daerah merupakan kemandirian suatu daerah dalam kagiatan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Desentralisasi
merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah
administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh
pemerintah.
Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi
anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah. Pelaksanaan dekonsentrasi
diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi
untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak
hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan,
sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
DAFTAR
PUSTAKA
_______
, 1990, presfektif Otonomi Daerah (Jakarta, Rinekacipta) Sulvian, John, 1992,
Local Government and Commnunity in Java: An Urban Case Study (Oxford, Oxford
University Press)
______
, Riwukaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi
Daerah di Negara Republik Indonesia (Jakarta, Rineka Cipta)
______
, Davey, Kent J, 1989, Pembiayayaan Pemerintah Daerah (Jakarta, UI Press)
______
, Devsas, Nick, 1989, Keuangan Daerah di Indonesia (Jakarta, UI Press)
0 komentar:
Post a Comment